Sumber Penghasilan Nabi Muhammad
Sumber penghasilan beliau sebelum diangkat menjadi Nabi
Jika membaca buku-buku sirah dan biografi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka akan kita dapati rata-rata buku-buku tersebut akan membahas tentang kehidupan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum diangkat menjadi Nabi, semenjak kelahiran beliau hingga kemudian pertumbuhan beliau dalam kondisi yatim di bawah pengasuhan kakeknya Abdul Muttalib dan dan juga pamannya Abu Thalib.
Akan kita temukan juga bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tumbuh dalam kondisi fakir dan kekurangan. Beliau hidup dengan menggembala kambing-kambing yang dimiliki oleh penduduk Makkah demi mendapatkan beberapa pemasukan. Hingga kemudian, tatkala beliau telah mencapai usia dewasa dan matang, beliau membantu menjualkan dagangan Khadijah radhiyallahu ‘anha yang tatkala itu merupakan salah satu saudagar kaya di kota Makkah.
Khadijah melihat bahwa Muhammad muda shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki bakat dalam berdagang, maka ia menjadikannya sebagai orang kepercayaannya untuk menjualkan dagangannya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ditugaskan untuk berdagang ke negeri Syam sebanyak dua kali. Sepulangnya dari sana, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membawa keuntungan yang besar dan harta yang melimpah.
Khadijah radhiyallahu ‘anha terpikat dengan rasa amanah dan kebaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhirnya ia datang meminang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Khadijah pun menjadi istri pertama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta ibu bagi keempat putri beliau dan kedua anak laki-laki beliau, Al-Qasim dan Abdullah.
Pernikahan beliau dengan Khadijah merupakan keberkahan dan salah satu bukti kebenaran firman Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى
“Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (QS. Ad-Dhuha: 8)
Sebagian ulama menafsirkan makna kecukupan di dalam ayat ini dengan pernikahan beliau dengan Khadijah dan kelimpahan harta Khadijah yang dapat beliau rasakan. Karena Khadijah adalah orang pertama yang memberikan hartanya untuk keperluan dakwah di jalan Allah Ta’ala.
Motivasi Nabi agar umatnya bekerja dan berusaha
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bekerja dengan cara berdagang dan mencari penghasilan dari hasil kerja keras tangannya sendiri sebelum diutus menjadi Nabi. Dan seperti inilah kondisi para nabi terdahulu. Mereka makan dan mencari penghasilan dengan usaha tangan mereka sendiri. Diriwayatkan bahwa Nabi Nuh ‘alaihis salam merupakan seorang perajin kayu, Nabi Hud ‘alaihis salam adalah seorang pandai besi, dan Nabi Musa ‘alaihis salam merupakan seorang penggembala kambing.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memotivasi dan menyemangati para sahabatnya untuk bekerja dan berusaha. Di dalam Shahih Bukhari, disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ما أكَلَ أحَدٌ طَعامًا قَطُّ، خَيْرًا مِن أنْ يَأْكُلَ مِن عَمَلِ يَدِهِ، وإنَّ نَبِيَّ اللَّهِ داوُدَ عليه السَّلامُ، كانَ يَأْكُلُ مِن عَمَلِ يَدِهِ
“Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud ‘alaihis salam memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari no. 2072)
Di kesempatan lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan dan memuji perihal Nabi Zakaria ‘alaihis salam,
كانَ زَكَرِيَّاءُ نَجَّارًا.
“Dahulu Zakaria bekerja sebagai seorang tukang kayu (pembuat mebel).” (HR. Muslim no. 2379)
Jikalau nabi saja memuji para nabi terdahulu serta para sahabatnya yang mencari penghasilan dengan usaha tangannya sendiri, maka tidak diragukan lagi bahwa beliau merupakan teladan yang sempurna dalam hal mencari nafkah untuk keluarga bagi kita semua. Akan tetapi, yang mungkin menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah cara beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk merealisasikan hal tersebut setelah beliau diutus menjadi seorang rasul yang harus mendakwahkan Islam ini kepada seluruh umat manusia? Di mana waktu beliau banyak dihabiskan untuk mengajarkan para sahabat terkait ajaran Islam yang penuh dengan kemuliaan ini, serta banyaknya kesibukan beliau dengan urusan kaum muslimin.
Pembahasan berikut ini adalah sedikit penjelasan tentang bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya dan mencari nafkah untuk mereka.
Sumber penghasilan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah diutus menjadi Nabi
Jika menengok buku-buku sejarah yang ada, tidak banyak penulis yang membahas secara panjang lebar dan spesifik mengenai pekerjaan dan profesi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta sumber-sumber penghasilan beliau setelah diangkat menjadi Rasul dan fokus berdakwah.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak didapati menggeluti satu bidang saja di dalam mencari penghasilan, karena sibuknya beliau di dalam berdakwah, memimpin, dan mengatur strategi kaum muslimin.
Akan tetapi, dari hadis-hadis yang ada, sering kita dengar dan kita temukan bahwa beliau melakukan praktik jual beli, di mana hal tersebut merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan keuntungan dan penghasilan. Contohnya adalah apa yang beliau lakukan saat akan hijrah ke kota Madinah, tatkala itu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menawarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam salah satu untanya untuk digunakan sebagai kendaraan berhijrah, namun beliau memilih untuk membelinya. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata,
يا رَسولَ اللَّهِ، إنَّ عِندِي نَاقَتَيْنِ أعْدَدْتُهُما لِلْخُرُوجِ، فَخُذْ إحْدَاهُمَا، قالَ: قدْ أخَذْتُهَا بالثَّمَنِ.
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya dua ekor unta yang telah aku siapkan keduanya untuk keluar hijrah, maka ambillah salah satunya.” Maka, beliau berkata, “Aku sudah mengambil salah satunya dan kamu terima harga jualnya.” (HR. Bukhari no. 2138)
Dari kisah ini dapat disimpulkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sesekali dapat memenuhi kebutuhan hariannya dengan praktik jual beli dan berdagang. Di kesempatan lainnya, beliau dapat memenuhi kebutuhan keluarganya karena mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Dalam Islam, harta rampasan perang dibagi menjadi lima bagian. Empat bagian untuk mereka yang ikut berperang dan satu bagian lainnya, salah satunya diberikan untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 41)
Di beberapa kesempatan lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendapatkan bagian dari harta fa’i, yaitu harta yang didapatkan dari nonmuslim dengan cara damai tanpa peperangan. Di mana di zaman tersebut, pendapatan kaum muslimin dari harta fa’i tidaklah kecil, sebagaimana tercantum di dalam Shahih Bukhari,
كَانَتْ أَمْوَالُ بَنِي النَّضِيرِ ممَّا أَفَاءَ اللَّهُ علَى رَسولِهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، ممَّا لَمْ يُوجِفِ المُسْلِمُونَ عليه بخَيْلٍ، ولَا رِكَابٍ، فَكَانَتْ لِرَسولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ خَاصَّةً، وكانَ يُنْفِقُ علَى أَهْلِهِ نَفَقَةَ سَنَتِهِ، ثُمَّ يَجْعَلُ ما بَقِيَ في السِّلَاحِ والكُرَاعِ عُدَّةً في سَبيلِ اللَّهِ.
“Harta benda Bani Nadhir adalah fa`i (pemberian Allah) kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam di mana kaum muslimin tidak perlu memacu kuda dan kendaraan perang mereka. Harta fa`i itu murni milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka, beliau menyisihkan untuk nafkah keluarganya selama setahun, dan sisanya untuk tunggangan dan peralatan perang di jalan Allah.” (HR. Bukhari no. 2904 dan Muslim no. 1757)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengganti jalan rezeki Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari yang sebelumnya beliau berdagang dan mendapatkan rezeki darinya, hingga kemudian tersibukkan dengan berdakwah dan mengajak umat untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, Allah ganti jalan rezeki beliau dengan adanya bagian khusus dari harta rampasan perang dan harta fa’i. Sungguh Allah Mahaadil kepada para hamba-Nya.
Telah kita ketahui bersama bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah memakan ataupun menerima harta zakat dan sedekah, namun beliau menerima dan tidak menolak hadiah serta pemberian. Di beberapa kesempatan, beliau bisa memenuhi kebutuhan hariannya karena mendapatkan hadiah dan pemberian dari keluarganya ataupun para sahabatnya. Sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ خَالَتَهُ أَهْدَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمْنًا وَأَضُبًّا وَأَقِطًا فَأَكَلَ مِنْ السَّمْنِ وَمِنْ الْأَقِطِ وَتَرَكَ الْأَضُبَّ تَقَذُّرًا وَأُكِلَ عَلَى مَائِدَتِهِ وَلَوْ كَانَ حَرَامًا مَا أُكِلَ عَلَى مَائِدَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dari Ibnu Abbas bahwa bibinya telah memberi hadiah mentega, dhab, dan keju kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu, beliau memakan sebagian dari mentega dan keju, serta meninggalkan dhab karena merasa jijik. Dan dhab tersebut dimakan di atas meja makan beliau, seandainya dhab itu haram, maka dhab tersebut tidak akan dimakan di atas meja makan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Bukhari no. 2575 dan Muslim no. 1947)
Dari pemaparan singkat ini insyaAllah akan menjawab rasa penasaran kita perihal bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu kala memenuhi kebutuhan keluarganya, terutama setelah beliau diberikan amanat oleh Allah Ta’ala untuk berdakwah dan menyampaikan kebenaran yang tentu saja banyak menyita waktu beliau. Dapat disimpulkan bahwa pemasukan beliau setelah berdakwah dihasilkan dari usaha perdagangan yang ringan, ganimah, fa’i, dan juga hadiah serta pemberian dari para sahabatnya.
Renungan
Mungkin terbetik dan terlintas di pikiran kita, bukankan sumber pemasukan beliau ini kecil dan sedikit?
Maka, jawabannya adalah inilah letak perbedaan beliau dan keluarganya dengan kita semua di masa sekarang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarganya tidak menjadikan urusan makanan sebagai prioritas utama mereka. Mereka makan apa yang ada, mensyukurinya, dan tidak berlebih-lebihan di dalamnya. Tidak jarang jika di rumah beliau dan istri-istrinya yang tersedia hanyalah air dan kurma. Pernah pula api tungku masak tidak menyala selama berbulan-bulan karena tidak ada bahan makanan yang dapat dimasak, dan bahkan beliau pernah mengganjal perutnya dengan batu karena rasa lapar yang dirasakannya. Sungguh, kesemuanya ini menggambarkan kesederhanaan dan kezuhudan beliau terhadap perkara dunia.
Wahai saudaraku, sungguh, dalam diri Rasulullah terdapat suri teladan dalam hal rezeki. Beliau adalah manusia yang paling perhatian dengan keluarganya, peduli dengan mereka, dan tidak melupakan hak-hak mereka. Beliau juga paham skala prioritas dirinya sendiri, sehingga tidak terlena dengan kehidupan dunia dan lebih memfokuskan dirinya untuk kepentingan umat Islam. Beliau hidup dengan sederhana, namun sangat banyak kisah-kisah yang menyebutkan kepedulian beliau terhadap umatnya. Semoga kita semua dapat berjumpa dengannya di surga Allah Ta’ala.
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel asli: https://muslim.or.id/95359-sumber-penghasilan-nabi-muhammad.html